Asal Bukan Manusia

Senin, 19 November 2007

Jika saja ketika proses penciptaan alam semesta dan 'aksesorinya' Tuhan memberiku hak untuk memilih, barangkali waktu itu aku akan menolak untuk dicipta sebagai manusia. Aku akan lebih memilih untuk menjadi malaikat, iblis, atau bahkan setan sekalian -asal bukan manusia.

Kurasa aku tak perlu alasan muluk. Sebab pengandaianku barusan berangkat dari sebuah kesadaran yang tulus: betapa tidak menyenangkannya menjadi manusia.

Ketidaksenangan itu terletak pada ketidakjelasan manusia dalam mengambil sikap atas Yang Bikin Hidup. Sebagai manusia yang menyesal menjadi manusia, boleh dong aku sedikit bersikap idealis. Sebab aku tahu pasti, sangat jarang manusia di bumi ini yang sukses bersikap idealis kecuali dalam wacana teori dan mimpinya. Maka tak terlalu mengherankan jika dia teridentikkan sebagai mahluk yang serba 'setengah' dan musiman. Tak pernah punya keberanian untuk menampilkan absolutisme karakter yang terus-menerus.

Dia selalu memilih wilayah batas abu-abu: tidak putih, tapi juga nanggung untuk disebut hitam. Itupun dia lakukan berdasarkan standar kepentingan atas apa yang dia harapkan. Ketidakjelasan sikap semacam itu adalah pangkal sebuah kepengecutan. Menolak untuk patuh secara total, tapi juga tidak terima ketika dibilang durhaka.

Karakter malaikat sangat berbeda dengan manusia. Dia begitu tegas memposisikan siapa dirinya di depan Sang Pencipta. Dengan segenap ketegaran dia berikrar akan selalu menjadi pengabdi hingga hidup dan matinya. Dia rela bolak-balik langit dan bumi menempuh sekian lama waktu cahaya untuk melayani manusia: mahluk yang mengklaim dirinya sebagai ciptaan termulia.

Setan pun begitu. Secara gagah berani dia bersumpah akan memerdekakan diri pada wilayah oposisi. Dia tak merasa takut dengan Tuhan. Sebab dia sadar menakuti Tuhan sama saja dengan mengingkari sifat kewelas-asihan Tuhan. Karena itulah dia tak keberatan dengan segala tetek bengek pengkambing-hitaman manusia atas dirinya. Dia tak bergeming sedikitpun dan tetap istiqomah (kontinu) di atas ketidak patuhan.

Meski substansi radikalisme dua mahluk ini berbeda dan cenderung berlawanan, tapi kedua mahluk ini telah melakukan tindakan yang sejati, mutlak, dan anti-kepalsuan. Jelas patuhnya, jelas durhakanya. Sungguh aku memimpikan menjadi malaikat atau setan. Yang antara lahir dan batinnya sama. Yang tiada dalam hatinya sebersit dusta dan kemunafikan.

0 komentar:

Add to Technorati Favorites


Search Engine Optimization